Kura-Kura Moncong Babi Carettochelys Insculpta

Gambar telur kura-kura moncong babi.
           Pulau Papua terkenal memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Khusus untuk reptil menurut Indrawan (2012), 35 % dari semua jenis yang ada di Indonesia adalah endemik Papua. Taman Nasional Lorentz berperan penting dalam pelestarian tumbuhan dan satwa Papua. Salah satu satwa yang menjadi prioritas kawasan konservasi ini adalah kura-kura moncong babi.
Kura-kura moncong babi dikenal dengan nama ilmiah Carettochelys insculpta. Sedangkan secara internasional jenis ini bernama pig-nosed turtle, fly River Turtle, New Guinea Plateless Turtle, Pitted shell Turtle. Jenis ini menyebar di wilayah Pulau Papua baik Indonesia maupun New Guinea dan Utara Australia. Hal ini terjadi karena menurut sejarah geologi Pulau Papua sebelumnya adalah bagian dari lempeng Australia. Sehingga jenis-jenis satwa yang ditemukan hampir sama. Kanguru yang merupakan satwa asli Australia dapat ditemukan di Papua dan Burung Kasuari yang ada di Papua juga dapat ditemukan di Australia.
Kura-kura moncong babi merupakan kura-kura yang besar. Bobotnya dapat mencapai 20 kg dengan panjang kerapas 57 cm. Ukuran ini dapat berbeda tergantung habitatnya. Umumnya jenis ini mulai bereproduksi pada usia sekitar 25 tahun. Kura-kura ini dapat hidup hingga puluhan maupun ratusan tahun dan menghabiskan waktunya lebih banyak di dalam air. Aktivitas di daratan hanya dilakukan pada saat musim bertelur. Kura-kura moncong babi membuat sarang pada pasir-pasir yang ada dipinggir sungai atau delta. Salah satu hal yang menarik adalah satu induk kura-kura moncong babi hanya bertelur setiap dua tahun atau biennial reproduction. Pada satu periode peneluran jenis ini akan bertelur sebanyak 2-3 kali tergantung ketersediaan energi induknya. Jumlah telur pun berbeda-beda. Pada tahap pertama jumlah telur yang dihasilkan sekitar 30 butir, tahap kedua sekitar 20 butir dan tahap ketiga sekitar 6-10 butir. Rentang waktu antar masing-masing tahap bertelur sekitar 30 hari. Kura-kura moncong babi bertelur antara bulan Agustus hingga Akhir Oktober. Jadi kalau mau pengamatan dan melihat langsung jenis ini di alam sebaiknya berkunjung pada waktu-waktu tersebut.
Kura-kura moncong babi merupakan satwa omnivora. Berdasarkan beberapa penelitian4 yang telah dilakukan jenis ini memakan daun, buah dan batang tumbuhan yang ada ditepi sungai seperti rumput tebu, pandan, jambu-jambuan, buah ara, alga, siput air tawar, dan serangga. Sangat mudah untuk menemukan posisi sarang kura-kura ini dengan bantuan jejak. Di Taman Nasional Lorentz, Kura-kura moncong babi dapat ditemukan di wilayah Distrik Mimika Timur Jauh Kabupaten Mimika khususnya Sungai Otakwa dan Distrik Nakai Kabupaten Asmat Khususnya Sungai Topap dan Sungai Mamats.
Setiap tahun jumlah populasi kura-kura moncong babi mengalami penurunan. Hal ini ditunjukkan dari perubahan status perlindungan menurut IUCN dari rentan (Vulnerable) tahun 2000 menjadi terancam (Endangered) tahun 2017. Jenis ini juga termasuk dalam Appendix II CITES 5 yang perdagangnya sangat berbatas hanya untuk keperluan tertentu. Diperkirakan 61 % dari total 365 jenis kura-kura di dunia mengalami kepunahan.
Kura-kura dimanfaatkan sebagai sumber makanan bagi masyarakat lokal di Papua. Namun, masalahnya adalah adanya perburuan kura-kura moncong babi untuk diperdagangkan. Hal ini dilakukan oleh beberapa masyarakat dan pedagang dari luar. Harga telur kura-kura moncong babi sekitar Rp.15.000 – Rp. 20.000 per butir. Penjualan tukik jauh lebih menguntungkan daripada telurnya sekitar Rp. 50.000 – Rp. 70.000 perekor. Berdasarkan penelusuran TRAFFIC, perdagangan ini berlangsung secara online dan offline. Tukik dan telur kura-kura dipasarkan ke Jepang, China, Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, Eropa, dan Korea. Kura-kura tersebut dimanfaatkan sebagai bahan makanan, obat-obatan dan binatang peliharaan.


Komentar

Postingan Populer